Drama Abiss! Kaisar Itu Menutup Mata, Dan Dunia Pun Ikut Redup
Hujan menggigil di atas atap istana yang megah, setiap tetesnya terasa seperti jarum yang menusuk kulit. Mei Lan berdiri di balkon, gaun sutranya yang berwarna salju kontras dengan langit kelabu. Dahulu, ia berdiri di sini bersama Yang Mulia Kaisar, tertawa dalam hangatnya mentari musim semi. Sekarang, hanya ada dingin yang merayapi tulang. Pengkhianatan telah menorehkan luka yang lebih dalam dari jurang Mariana.
Lentera-lentera di taman berkedip-kedip, cahayanya nyaris padam, seolah turut merasakan kesedihan Mei Lan. Ia menatap bayangannya yang memanjang, patah dan terdistorsi di lantai batu. Dulu, bayangan itu selalu berdampingan dengan bayangan Kaisar. Dulu, mereka saling mencintai, sebelum intrik dan ambisi meracuni hati.
"Kau masih berdiri di sana, Mei Lan?" Suara berat Kaisar memecah kesunyian. Ia berdiri di ambang pintu, jubah naga emasnya tampak redup dalam temaram. "Hujan ini... mengingatkanku pada hari kita pertama kali bertemu."
Mei Lan berbalik perlahan, matanya setajam belati. "Ya, Yang Mulia. Hujan ini juga mengingatkanku pada hari KEPERCAYAANKU hancur berkeping-keping."
Kaisar terdiam, raut wajahnya diliputi penyesalan. Ia mendekat, mencoba meraih tangannya. "Mei Lan, maafkan aku. Aku..."
Mei Lan mengelak, senyum sinis terukir di bibirnya. "Maaf? Maaf bisa mengembalikan nyawa orang tuaku yang kalian bunuh? Maaf bisa menghapus malam-malam PENYIKSAAN yang kulalui di ruang bawah tanah?"
Kaisar tersentak. "Aku... aku tidak tahu tentang itu."
"Tentu saja tidak. Kau terlalu sibuk menikmati kekuasaanmu," desis Mei Lan. Ia mengangkat tangannya, memperlihatkan gelang giok yang dulunya dihadiahkan Kaisar. "Gelang ini... kau ingat? Kau bilang ini adalah simbol cintamu yang abadi."
Mei Lan menghancurkan gelang itu dengan satu gerakan. Serpihan giok berserakan di lantai, seperti hatinya yang hancur.
"Sudah bertahun-tahun, Yang Mulia. Kau mungkin lupa, tapi aku tidak. Setiap malam, aku bermimpi tentang hari ini. Hari dimana KEADILAN ditegakkan." Mei Lan melangkah mundur, matanya berkilat dingin.
Kaisar menatapnya dengan ngeri. Ia merasakan sesuatu yang aneh, sebuah aura yang belum pernah ia lihat sebelumnya dari wanita yang pernah dicintainya.
"Kau pikir aku hanya diam dan menderita?" Mei Lan tertawa pelan, namun suaranya mengandung ancaman yang mengerikan. "Kau salah. Aku telah menunggu. Aku telah merencanakan. Dan sekarang... WAKTUNYA telah tiba."
Cahaya lentera di taman padam satu persatu, meninggalkan mereka dalam kegelapan total. Hanya suara hujan yang semakin deras dan napas Kaisar yang tersengal.
Sebelum Kaisar sempat berbicara, Mei Lan berbisik, "Tahukah kau, Yang Mulia? Racun yang selama ini kau minum setiap hari... resepnya berasal dari IBUMU sendiri."
You Might Also Like: Mimpi Dicakar Kadal Pohon Jangan