Dracin Terbaru: Langit Yang Menyaksikan Pengkhianatan Pertama
Langit yang Menyaksikan Pengkhianatan Pertama
Alunan guqin melayang di tengah malam yang sunyi. Nada-nada itu, lirih dan penuh kepedihan, seolah mencerminkan hatiku. Di teras paviliun berukir naga ini, aku berdiri memandang langit yang bertabur bintang. Langit yang sama yang menyaksikan pengkhianatan pertama dalam hidupku.
Linglong, kekasihku, sahabatku, belahan jiwaku, kini bersanding dengan pangeran ketiga di altar kerajaan. Senyumnya merekah, secantik bunga plum di musim semi. Tapi matanya… matanya tidak melihatku. Atau mungkin, lebih tepatnya, tidak mau melihatku.
Aku, Li Wei, seorang tabib desa yang hanya beruntung menyelamatkan nyawa Linglong ketika dia tersesat di hutan. Aku bukan siapa-siapa. Bukan bangsawan. Bukan pula orang kaya. Pantaskah aku marah? Pantaskah aku berteriak?
Tidak. Aku memilih diam. Bukan karena aku lemah, tapi karena sebuah rahasia. Sebuah rahasia yang tersimpan di dalam kotak kayu kecil di bawah tempat tidurku. Sebuah rahasia tentang ramuan Phoenix Tears. Sebuah ramuan yang seharusnya tidak pernah ada.
Linglong tahu tentang ramuan itu. Dia tahu bahwa ramuan itu bisa menyembuhkan penyakit apapun, bahkan penyakit yang dikutuk oleh langit sekalipun. Tapi dia juga tahu bahwa ramuan itu membutuhkan bahan yang sangat langka dan berbahaya: darah Qilin.
Beberapa bulan lalu, aku menemukan jejak Qilin di gunung terlarang. Linglong memintaku untuk mengambil darahnya, demi menyelamatkan ibunya yang sakit parah. Aku menolak. Qilin adalah makhluk suci, dilindungi oleh para dewa. Mengusik mereka berarti mengundang malapetaka.
Namun, Linglong bersikeras. Dia memohon, menangis, bahkan berlutut di hadapanku. Akhirnya, aku luluh. Aku berangkat ke gunung terlarang, dengan janji pada diriku sendiri untuk mengambil darah Qilin tanpa membunuhnya.
Aku berhasil. Tapi harga yang kubayar sangat mahal. Aku terluka parah, dan kekuatan spiritualku nyaris habis. Ketika aku kembali, Linglong sudah tidak ada. Dia pergi ke istana, dijanjikan gelar selir oleh pangeran ketiga.
Aku tidak menyalahkannya. Aku tahu dia melakukan ini demi ibunya. Tapi hatiku… hatiku hancur berkeping-keping.
Malam demi malam, aku duduk di paviliun ini, memainkan guqin dan meracik ramuan Phoenix Tears. Aku menambahkan sedikit racun ke dalamnya. Racun yang tidak mematikan, tapi cukup untuk membuat seseorang merasa sangat tidak nyaman.
Misteri mulai menguat ketika berita tentang kesehatan ibu suri yang semakin memburuk menyebar di seluruh kerajaan. Dokter kerajaan bingung. Ramuan terbaik telah diberikan, tapi tidak ada perubahan.
Pangeran ketiga, yang kini menjadi kaisar setelah kematian ayahandanya, semakin panik. Dia memanggilku. Ya, AKU, seorang tabib desa rendahan, dipanggil ke istana.
Dia memohon padaku untuk menyelamatkan ibunya. Dia menawarkan harta, kekuasaan, bahkan… Linglong.
Aku tersenyum pahit. "Yang Mulia, saya tidak tertarik pada harta atau kekuasaan. Saya hanya ingin menyelamatkan nyawa ibu suri."
Aku memberinya ramuan Phoenix Tears. Ibu suri meminumnya. Dan keajaiban terjadi. Kesehatan ibu suri berangsur-angsur pulih.
Namun, ada efek samping yang tidak bisa dihindari. Ibu suri menjadi sangat tergantung pada ramuan itu. Dia membutuhkan dosis harian untuk tetap hidup. Dan hanya aku yang tahu cara meraciknya.
Kaisar, yang terikat oleh rasa terima kasih dan rasa takut, tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti semua permintaanku. Aku menjadi penasihatnya. Aku mengendalikan kerajaan dari balik layar.
Linglong, yang kini menjadi permaisuri, menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada penyesalan, ada rasa bersalah, dan mungkin… sedikit cinta yang tersisa.
Aku tidak pernah membalas dendam secara langsung. Aku hanya membiarkan takdir berbalik arah. Aku membiarkan mereka terperangkap dalam jaring yang mereka tenun sendiri.
Dan sekarang, berdiri di paviliun ini, aku merasakan keindahan pahit dari balas dendam yang tidak melibatkan kekerasan. Aku tahu bahwa suatu hari nanti, rahasia tentang ramuan Phoenix Tears akan terungkap. Dan ketika itu terjadi, kerajaan ini akan runtuh.
Tapi aku tidak peduli. Aku sudah menemukan kedamaian dalam kehancuran ini. Kedamaian yang hanya bisa dirasakan oleh seseorang yang benar-benar kehilangan segalanya.
Malam semakin larut. Alunan guqin semakin lirih. Aku menatap langit sekali lagi, dan berbisik, "Apakah ini akhir… ataukah AWAL dari sebuah cerita yang baru?"
You Might Also Like: Peluang Bisnis Kosmetik Bisnis