Dracin Seru: Janji Yang Kubawa Ke Neraka
Janji yang Kubawa ke Neraka
Hujan gerimis menari di kaca jendela Paviliun Anggrek, seirama dengan melodi erhu yang mendayu-dayu. Di balik tirai sutra berwarna jade, berdiri Xia Mei, anggun dalam balutan qipao berwarna arang. Senyum tipis menghiasi bibirnya, senyum yang menipu, menyembunyikan badai yang mengamuk di dalam dadanya.
Dulu, senyum ini adalah miliknya. Hanya untuk Li Wei, kekasih hatinya, satu-satunya.
"Mei'er, aku bersumpah, cintaku padamu abadi. Bahkan jika neraka memanggilku, aku akan membawamu bersamaku," bisiknya dulu, di bawah rembulan purnama. Pelukan itu terasa begitu hangat, begitu menjanjikan. Tapi kini, Xia Mei tahu, pelukan itu beracun. Janji itu telah berubah menjadi belati, menusuk jantungnya dengan kejam.
Li Wei, sang pangeran bisnis yang dielu-elukan, memilih wanita lain. Seorang pewaris konglomerat yang lebih berkuasa. Pernikahan mereka akan menyatukan dua kerajaan bisnis, meninggalkan Xia Mei terdampar di pantai kesepian.
Tidak ada air mata yang tumpah. Tidak ada amukan histeris. Xia Mei adalah wanita terhormat. Ia membiarkan penghinaan itu mengalirinya seperti sungai dingin. Ketenangannya adalah topeng yang paling sempurna.
Malam ini, adalah pesta pertunangan Li Wei. Xia Mei hadir, tentu saja. Ia berjalan anggun di antara para tamu yang terkejut, memancarkan aura ketenangan yang mematikan. Ia menyapa Li Wei dengan senyum manis, seolah tak ada yang terjadi.
"Selamat, Li Wei," ucapnya, suaranya selembut sutra. "Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu."
Li Wei tampak tidak nyaman. Mata gelapnya menghindari tatapan Xia Mei. Ia tahu, dalam hatinya yang terdalam, bahwa ia telah melakukan kesalahan. Kesalahan yang tak termaafkan.
Xia Mei mengangkat gelas shaoxing miliknya. "Untuk kebahagiaan kalian," katanya, sebelum meneguk habis cairan emas itu.
Namun, ia tidak meminum shaoxing biasa. Di dalam gelas itu, terdapat ramuan yang ia racik sendiri. Ramuan yang akan menghantui Li Wei dan istrinya seumur hidup mereka. Bukan racun mematikan. Bukan pula mantra sihir. Melainkan, penyesalan. Penyesalan yang abadi. Penyesalan karena telah menyia-nyiakan cinta sejati.
Beberapa tahun kemudian, Xia Mei mendengar kabar tentang Li Wei. Pernikahannya hancur berantakan. Bisnisnya merugi. Ia hidup dalam bayang-bayang penyesalan, dihantui oleh kenangan tentang wanita yang ia khianati.
Xia Mei tersenyum. Senyum yang dingin, tajam, dan memuaskan. Ia tidak meneteskan darah. Ia tidak menghancurkan hidup Li Wei secara fisik. Namun, ia telah berhasil membalas dendam dengan cara yang jauh lebih menyakitkan.
Saat ia menatap hujan yang semakin deras, Xia Mei sadar. Kebenciannya pada Li Wei tidak pernah benar-benar padam. Ia hanya berubah bentuk, menjadi bara api yang membakar hatinya perlahan.
Cinta dan dendam lahir dari tempat yang sama, bukan? Dan terkadang, balas dendam adalah cara untuk… mencintai diri sendiri. Atau… apakah ini baru permulaan?
You Might Also Like: Perbedaan Skincare Lokal Aman Untuk