Cinta Yang Hilang Di Tengah Doa
Embun pagi membasahi kelopak teratai di Danau Barat, serupa dengan air mata yang diam-diam menetes di pipi Lan Mei. Lima tahun telah berlalu sejak pernikahan megah itu, pernikahan yang seharusnya menjadi awal dari kebahagiaan abadi. Namun, kebahagiaan itu bagai kabut tipis, menghilang ditelan mentari pagi. Ia hidup dalam istana emas, dilayani dayang-dayang setia, namun hatinya terasa hampa. Suaminya, Jenderal Zhao Yun, pahlawan perang yang diagungkan, bagaikan lukisan indah yang tak bisa disentuh.
Zhao Yun, di mata dunia, adalah lambang kesetiaan dan keberanian. Namun, di balik mata setajam elang itu, tersimpan rahasia yang MENGERIKAN. Lan Mei merasakan keanehan itu sejak lama. Tatapannya kosong saat memandang dirinya, sentuhannya hambar seperti es di musim dingin. Setiap malam, saat ia terlelap, Zhao Yun akan menyelinap keluar, menghilang ke kegelapan.
Lan Mei mulai mencari kebenaran. Ia bagaikan bunga lotus yang berusaha menembus lumpur pekat. Setiap petunjuk yang ia temukan, bagai pecahan kaca yang mengiris hatinya. Bisikan-bisikan dari para pelayan, tatapan aneh dari para prajurit, semua mengarah pada satu nama: Li Hua.
Li Hua, wanita jelita yang menghilang lima tahun lalu, tepat sebelum pernikahannya dengan Zhao Yun. Ia adalah cinta pertama Zhao Yun, cinta yang SEHARUSNYA menjadi miliknya.
Pencarian Lan Mei membawanya ke kuil terpencil di kaki Gunung Langit. Di sana, ia menemukan buku harian Li Hua. Kata-kata yang tertulis di sana bagai PISAU yang menusuk jantungnya. Li Hua menulis tentang cintanya yang mendalam pada Zhao Yun, tentang mimpi mereka untuk membangun keluarga bahagia, dan tentang penghianatan Zhao Yun.
Ternyata, Li Hua tidak menghilang. Ia dibunuh. Dibunuh oleh Zhao Yun sendiri. Zhao Yun membunuh Li Hua demi menikahi Lan Mei, putri seorang pedagang kaya raya, untuk mendapatkan kekayaan dan kekuasaan.
Dunia Lan Mei runtuh. Doa-doanya selama ini, bagaikan gema kosong di dalam gua. Cintanya pada Zhao Yun, berubah menjadi BENCI yang membara.
Konfrontasi itu terjadi di bawah cahaya bulan purnama. Lan Mei menunjukkan buku harian Li Hua pada Zhao Yun. Wajah Zhao Yun pucat pasi. Ia tidak menyangkal. Ia mengakui semuanya.
"Aku melakukan ini untukmu, Lan Mei! Demi masa depan kita!" Zhao Yun berteriak, mencoba membenarkan perbuatannya.
"Kebohonganmu telah menodai jiwaku," jawab Lan Mei dengan tenang, namun suaranya menggetarkan.
Balas dendam Lan Mei tidak berdarah. Ia tidak menggunakan pedang, tidak menggunakan racun. Ia menggunakan kebenaran. Ia membongkar semua kebohongan Zhao Yun di hadapan kaisar dan seluruh istana. Ia menunjukkan bukti-bukti yang tak terbantahkan.
Zhao Yun dijatuhi hukuman mati. Gelar jenderalnya dicabut. Kekayaannya disita. Reputasinya hancur berkeping-keping.
Saat Zhao Yun digiring menuju tempat eksekusi, Lan Mei menatapnya dengan senyum tipis. Senyum itu bagaikan PERPISAHAN yang abadi. Senyum itu bagaikan kutukan yang akan menghantui Zhao Yun hingga akhir hayatnya.
Sesaat sebelum pedang algojo ditebaskan, Zhao Yun menatap Lan Mei. Di matanya, terpancar penyesalan yang mendalam.
Setelah eksekusi, Lan Mei kembali ke Danau Barat. Ia melepaskan lampion putih ke udara, lampion yang membawa doa untuk Li Hua. Ia telah membalas dendam, namun hatinya tetap hampa.
Apakah kebenaran akan benar-benar membebaskan jiwanya?
You Might Also Like: 5 Rahasia Arti Mimpi Menemukan Katak
